Assalamualaikum warahmatullah Wabarakatuh Sobat Al-Hijrah
Salam Sejahtera dan Salam Sehat untuk Kita semua
Di Tahun 1945, Tepatnya Tanggal 17 Agustus adalah terjadinya Peristiwa Besar yang terjadi di Negara kita tercinta yaitu Indonesia. Yup pada Tanggal itu dilaksanakannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Bung Karno dengan didampingi oleh Mohammad Hatta di sebuah rumah hibah dari Faradj Martak di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat. Dengan memproklamirkan kemerdekaan artinya bangsa kita atau negeri kita ini pantas untuk menjadi suatu negara dan bebas dari penjajah. 76 tahun Indonesia sudah merdeka, Apakah sudah merdeka se-utuhnya ?
Indonesia sudah jelas diakui secara de facto (Pengakuan suatu negara terhadap negara lain) dan de jure (pengakuan berdasarkan kaidah yang berlaku yang telah diatur dalam hukum internasional). Tetapi apakah Indonesia sudah merdeka 100% ? apakah hanya negaranya saja yang merdeka, warganya tidak?
76 tahun Indonesia merdeka bukanlah waktu yang singkat. Setiap perayaan hari kemerdekaan, masyarakat selalu menitipkan sejuta harapan untuk Indonesia yang lebih baik. Bagaimana Opini Kader Al-Hijrah terkait hal ini ? mari kita simak…
Dari Shidiq Umar Widodo
17 Agustus 1945, itulah hari kemerdekaan kita. Jika syarat sebuah negara merdeka, Indonesia telah memenuhinya. Berarti Indonesia memang sudah merdeka secara konstitusi.Namun, Indonesia bisa disebut juga belum merdeka. Arti dari merdeka di sini bukan secara konstitusi melainkan secara arti luas. Kenapa Indonesia belum merdeka? Karena Indonesia belum mampu mandiri sepenuhnya. Bahkan, masih banyak impor dari luar negeri. Miris sebetulnya ketika diminta untuk membeli produk asli Indonesia, tetapi masih banyak produk luar negeri dan kualitasnya lebih tinggi dari produk lokal. Melihat di lapangan, banyak rakyat Indonesia bekerja untuk orang asing. Padahal mereka berada di negerinya. Jika 76 tahun lalu Indonesia berhasil berperang melawan penjajah, kini Indonesia justru berperang melawan Bangsa sendiri. Jika 76 tahun lalu para pahlawan berhasil berjuang demi Bangsa, kini justru banyak oknum yang berjuang hanya demi kepentingan sendiri. Selayaknya perang senjata, korban tidak hanya dari mereka yang berperang, melainkan juga orang-orang lainnya. Begitu pun dengan perang kepentingan ini, yang jadi korban adalah bangsa Indonesia secara umum, bukan hanya oknum-oknum itu saja.
Negeri kita laksana gadis perawan yang cantik jelita dikejar-kejar banyak pemuda. Rumah kita Indonesia, jangan kita biarkan datang tamu kerumah kita menebar isu agar kita mempermasalahkan SARA. Merdekakan pemikiran kita, buka wawasan seluas-luasnya agar tidak mudah diadu domba dengan opini-opini yang mensugesti, menggiring bangsa pada perpecahan. Bangun integritas diri, bahwa harga diri setiap warga Negara Indonesia tidak mudah diadu hanya dengan hitungan rupiah dan nasi bungkus saja. Hapus perasaan terjajah, Merdekakan pikiran untuk maju menuju Indonesia gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo, sehingga makmur sejahtera sampai ke anak, cucu dan cicit kita
Mari jadikan peringatan HUT kemerdekaan Republik Indonesia Ke-76 tahun ini sebagai momentum bersatu dan bangkitnya rakyat Indonesia untuk terus berinovasi serta terus bergerak dan bergotong royong guna menuju Indonesia tumbuh dan tangguh.
Selanjutnya dari Fitrotun Nisa
Masih segar di ingatan kita beberapa hari yang lalu tepatnya pada tanggal 17 agustus kita merayakan kemerdekaan Negara tercinta kita Indonesia yang ke-76. Dan 76 tahun bukanlah umur yang bisa dikatakan muda dan banyak hal yang sudah bangsa kita lewati selama perjalanan 76 tahun. Namun dibalik peringatan 76 tahun kemerdekaan bangsa kita, apakah memang sudah benar-benar merdeka kah kita?
Merdeka banyak dimaknai yaitu bebasnya negara dari penjajahan. Padahal makna merdeka sesungguhnya yaitu merdeka atas beberapa dimensi seperti dimensi politik, dimensi ekonomi,dimensi pendidikan dan dimensi lainnya. Dan apakah kita sudah merdeka atas semua dimensi tersebut.
Dan faktanya kita belum merasakan. Saat rakyat harusnya merdeka atas dimensi politik dan hak nya untuk berdemokrasi tapi nyatanya rakyat dibungkam. Harusnya kedaulatan tertinggi dipegang oleh rakyat sesuai dengan yang tertulis pada UUD tapi kenyataanya semua dikendalikan oleh para petinggi. Saat mahasiswa dan rakyat bersatu menyuarakan pendapatnya, mereka dibungkam, dianggap sebagai pemberontak. Dan satu fakta ini menunjukkan kita belum merdeka sepenuhnya.
Bagaimana dengan dimensi lainnya Seperti dimensi ekonomi, Indonesia menganut sistem ekonomi liberal-kapitalistik dan sistem tersebut gagal mensejahterakan rakyat. Sistem ekonomi liberal membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Dan ditambah belum meratanya pembangunan ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang membuat jurang ketimpangan antara kaum kaya dan kaum miskin terlihat jelas.
Dimensi ekonomi belum merdeka, apakabar dengan dimensi pendidikan yang berkaitan dengan ekonomi. Ekonomi rendah dan biaya sekolah semakin mahal. Dimana harusnya pendidikan sebagai hak seluruh rakyat Indonesia yang didapatkan secara gratis sesuai dengan amanat UUD 1945 tapi faktanya Pendidikan pun menjadi ladang bisnis para oknum tidak bertanggung jawab. Belum lagi terkait kesejahteraan tenaga pendidik yang sampai saat ini masih terabaikan. Padahal tenaga pendidik adalah variabel penting dalam meningkatnya kualitas pendidikan. Bagaiamana mungkin kualitas pendidikan akan meningkat jika para pengajar belum selesai dengan permasalahan perut dan dapur. Dan indikator yang perlu diperhatikan adalah kesenjangan pendidikan antara di kota dan di desa. Di kota sekolah difasilitasi dengan berbagai macam alat dan faktanya di desa untuk ruang kelas saja belum tentu ada bagaimana dengan alat penunjang lainnya.
Dari fakta fakta diatas dapat kita pahami bahwa kita belum merdeka sepenuhnya oleh rakyat. Dan oleh karna itu bisa dijadikan refleksi oleh para petinggi untuk bisa merealisasikan kemerdekaan yang sesungguhnya. Dan berusaha memerdekakan hak hak rakyat bukan hanya memerdekakan diri sendiri ataupun oknum oknum tertentu.
Dan yang terakhir dari Sri Putri Wahyuni
Euforia memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-76 tahun baru saja kita rasakan. Euforia yang dirayakan tiap tahun dengan memasang bendera di halaman rumah masing-masing warga hingga mengadakan lomba yang bernilai perjuangan untuk menjaga semangat kemerdekaan kita ini juga menjadi ajang renungan bersama untuk memperbaiki negara ini.
Kemerdekaan yang diraih susah payah oleh leluhur kita terdahulu bukan menjadi satu hal yang hanya kita kenang dan mengetahui ceritanya saja, namun bagaimana cara kita generasi penerus bangsa menjaga arti dari kemerdekaan yang sebenarnya itu. Bukan hanya serta merta kita berleha-leha saja, kita harus berusaha untuk mengambil langkah selanjutnya untuk menanamkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Kemerdekaan yang sekarang tengah kita nikmati bersama berasal dari penyatuan semangat perjuangan untuk tujuan bersama pula. Namun yang terjadi, kemerdekaan yang sebenarnya belum benar-benar terjadi di negara kita. Pemenuhan hak-hak asasi yang yang masih belum merata ke seluruh warga negara, pemerataan pendidikan di pelosok negeri yang belum terjadi hingga masalah-masalah pelemahan penegakan hukum yang tumpul ke atas runcing ke bawah masih menjadi koreksi besar dalam kemerdekaan ini.
Sebagai warga negara dengan nilai-nilai kemerdekaan yang tinggi kita harus menjaga agar persatuan dan kesatuan negara tetap dijunjung tinggi. Kesadaran pemupukan semangat juang kemerdekaan yang tinggi harus ada pada tiap relung hati mulai dari pemangku kebijakan hingga rakyat dibawahnya. Dengan tetap berlandaskan konstitusi negara Indonesia.